Photo by Belinda Fewings on Unsplash |
Ayah saya punya jurus andalan untuk memancing tawa anak-anaknya tiap kali kumpul, yaitu cerita tentang pemuda Papua bernama Noge. Cerita Ayah mirip-mirip video pendek Epen-Cupen yang dituturkan. Saking seringnya, kami sampai hapal beberapa kisah itu di luar kepala.
NANGKA
Suatu kali, Noge pulang berburu dan ingin naik angkutan umum supaya cepat sampai di rumah. Babi hasil buruan Noge dibungkus sarung lalu digotong di bahu. Noge pun menyetop kendaraan yang lewat.
Supir: "Hei Noge, kau bawa apa itu? Kalau babi aku tak mau angkut."
Noge: "Supir, ini Nangka."
Supir: "Oke, naiklah kau, Noge."
Di tengah jalan, babi mengeluarkan suara-suara aneh.
Supir: "Hei Noge, kau bohong ya? Itu kau bawa babi!"
Noge: "Supir, ini Nangka."
Supir: "Jangan bohong kau, itu suara babi tahu!"
Noge: "Hei Supir, Noge tidak bohong. Memang ini babi, tapi Noge su kasih dia pe nama Nangka..."
PANCASILA
Noge jadi pembaca Pancasila di upacara bendera. Supaya tampak jago, dia tidak mau pakai teks. Ketika tiba gilirannya, Noge berseru lantang.
"Satu, Pancasila! Dua, Ketuhanan yang Maha Esa! Tiga, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab! Empat, Persatuan Indonesia!".. Dan seterusnya sampai berakhir pada sila keenam.
Selesai upacara, Noge dipukuli pak polisi. Katanya, Noge makar, subversif, tidak menghormati dasar negara.
"Yang namanya Pancasila itu ya silanya ada lima! Kok kamu bikin enam!" Polisi memukul Noge.
Noge terisak-isak. "Ampun, Pak Polisi, ampun! Noge su kasih lebih saja dipukul, apalagi Noge kasih kurang..."
TUJUH BELAS AGUSTUS
Pada hari kemerdekaan Indonesia, Noge ditugasi menyanyikan lagu nasional. Ketika akan tampil, ia digoda oleh polisi.
Kata polisi, "Hei Noge, kau nanti mau nyanyi Tujuh Belas Agustus ya? Sekarang kan baru tanggal enam belas. Berarti lagunya kurang pas.."
Kata polisi, "Hei Noge, kau nanti mau nyanyi Tujuh Belas Agustus ya? Sekarang kan baru tanggal enam belas. Berarti lagunya kurang pas.."
Noge berpikir keras. Di atas panggung ia lalu menyanyi, "Enam belas Agustus tahun empat lima.."
Polisi yang memainkan kibor berhenti. "Noge, salah itu lagunya!"
Noge ngeyel. "Sudah, Pak Polisi, lanjut saja!"
"Enam belas Agustus tahun empat lima.."
Polisi sudah mau berhenti dan memarahi Noge lagi, tapi Noge melanjutkan, ".. besoknya hari kemerdekaan kita.."
OPM
Noge pakai kaus bertuliskan OPM, melintasi patroli polisi. Terang saja ia ditangkap. Interogasi berjalan seperti ini,
Polisi: "Noge, kau ini OPM ya?"
Noge: "Benar, Pak Polisi."
Noge dipukuli.
Polisi: "Kamu ini membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa! Masih mau jadi OPM?"
Noge: "Masih, Pak Polisi."
Noge dipukuli lagi.
Polisi: "Kamu menyesal jadi OPM?"
Noge: "Tidak, Pak Polisi. Sekali Noge OPM, tetap OPM!"
Noge dipukuli lebih keras.
Polisi: "Kamu ini keras kepala sekali sih?"
Noge: "Aduh Pak Polisi, makanya Pak Polisi ini sekolah dong biar pintar.."
Polisi: "Berani kamu ya!"
Noge: "Bagaimana bisa Noge tidak jadi OPM, kan OPM itu Noge pu nama: Obet Petrus Mote.."
KOMANDAN
Noge jadi pemimpin kelompok baris-berbaris beranggotakan 10 orang. Setelah istirahat, Noge mengumpulkan kembali kelompoknya.
Noge: "Berhitung!"
Anggotanya berhitung. Satu sampai sembilan.
Noge garuk-garuk kepala. Ke mana anggotanya yang kesepuluh?
Noge: "Berhitung lagi!"
Kembali hanya sembilan. Saat sedang kebingungan, lewatlah Pak Polisi.
"Ya ampun Noge, harusnya hitung diri kamu dulu, baru hitung kamu punya anggota."
Noge menurut. Ia menunjuk dirinya sendiri,"Satu," lalu baru menghitung anggotanya. "Dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, SEPULUH!"
Dengan penuh emosi Noge menonjok anggotanya yang kesepuluh itu. "Ke mana saja ko? Noge cari dari tadi!"
epic bgt! wkwkwk... satu,pancasila! ;D
ReplyDeleteAndalannya Ayah :)
ReplyDelete