Jang I-Jun menangis seorang diri

Kesedihan karena perpisahan orangtua barangkali adalah salah satu kesedihan paling ganjil di dunia. Kau kehilangan sesuatu tapi bukan karena kelalaianmu. Kau merasa ada yang kurang dalam hidupmu tapi tidak ada yang bisa kaulakukan untuk menggenapinya. Kau ingin menangis, tapi semua orang berkata yang terjadi bukan salahmu, lantas apa yang membuatmu bersedih?

Dari luar, kau tampak baik-baik saja. Kau tetap berdiri tegak dan nilai-nilaimu tetap bagus, tapi hatimu merana. Kau jadi lebih banyak diam dan menghadapi dunia dengan enggan karena ada perasaan malu yang diam-diam menyelip ke hatimu. Temanmu punya ayah dan ibu, sementara kau hanya punya salah satu, atau mungkin tidak dua-duanya. Kau tidak lengkap sebagai anak. Kau sebisa mungkin menyembunyikan fakta ini dari orang-orang di sekitarmu. Kau gelisah tiap kali pembicaraan mengarah ke soal keluarga dan kau memalingkan wajah tiap melihat temanmu dipeluk atau dicium orangtuanya.

Sesungguhnya kau mengerti keadaan orangtuamu. Kadang-kadang orang dewasa berhenti saling mencintai, atau mereka masih saling menyayangi tapi tak sanggup hidup bersama. Kau tersenyum dan bilang kau memahami keputusan mereka dan kau memang tidak bohong soal itu. Tetapi kau juga tidak bisa membungkam sesosok manusia kecil di dalam hatimu yang terus saja berteriak-teriak pilu--kenapa, kenapa, kenapa kalian tidak bisa selalu mencintai dan kita terus hidup bersama selamanya....


The whole world cried with I-Jun during this scene....

Si manusia kecil ini tinggal lama sekali di dalam hatimu. Sesekali dia menjerit, menangis lirih, atau merintih, tapi kau mengabaikannya. Kau juga tidak memberinya makan. Kau berharap dia akan kelaparan dan mati. Kau menggunakan seluruh energimu untuk tampak kuat dan berhasil dalam kehidupan. Kau tidak mau terpuruk dan jadi pecundang dan orang akan melihatmu sambil berdesis, "tuh kan, apa kubilang.."

Sampai Jang I-Jun menyadarkanmu bahwa si manusia kecil adalah dirimu yang lain.

Sepertimu, orangtua I-Jun (Ki Eun Yoo, Hometown ChaChaCha) juga berpisah karena kebodohan mereka. Tapi I-Jun cukup beruntung karena orangtuanya menyadari kesalahan yang mereka buat dan berusaha memperbaikinya. Kalau itu kau, kau akan nangis di tempat sambil memaki-maki sekaligus menciumi pipi kedua orangtuamu. Kau akan memaafkan mereka dan menganggap perceraian kemarin hanyalah prank yang tidak lucu.

Tapi, I-Jun, yang sangat dewasa, memilih menangis seorang diri di playground karena tak ingin orangtuanya bersedih di tengah kabar bahagia mereka. Kedua orangtuanya panik karena sampai malam I-Jun tak pulang. Ibu I-Jun memintanya jangan memikirkan orang lain dan bersikap seperti anak-anak pada umumnya dan I-Jun pun meratap,

"Sejujurnya, aku ingin makan bersama keluarga, bukan hanya saat aku ulang tahun, atau saat aku mendapat prestasi di sekolah. Aku selalu ingin kita tinggal serumah..."

Perubahan karakter I-Jun dari anak yang sangat santun, sopan, tenang, dan dewasa, menjadi bocah yang dengan putus asa mencurahkan hati menangisi perceraian orangtuanya, membuatmu terguncang. Kau teringat si manusia kecil di dalam hatimu. Kau panggil dia dan kalian menyaksikan adegan itu bersama-sama.

"Itu kau dulu, ya? Bertahun-tahun yang lalu," katamu takut-takut.

"Iya," si manusia kecil membersit hidung. "Tapi kau tidak pernah membiarkanku keluar."

"Aku tidak ingin orang lain melihatmu."

"Kenapa?"

"Mereka akan mencibirmu."

"So what? Aku tidak malu karena menangis. Aku pantas menangis. Aku akan menangis sampai air mataku dua ember besar."

Kau tertawa. Si manusia kecil tertawa. Kau mengulurkan lenganmu dan memeluknya dan membiarkan dia menangis lagi dan lagi. Tak seperti Jang I-Jun, dia tidak menangis seorang diri.

No comments