Selasa (25/2) lalu, saya diundang oleh @BookBagID dalam acara #NgopiWithAuthor. Buat yang belum tahu, mereka ini grup nongkrong yang digagas kakak-kakak penulis Jessica Huwae dan Maggie Tiojakin. Idenya dari keinginan untuk membuat acara kumpul-kumpul antara penulis dan pembacanya, yang jauh dari kesan formal agar lebih hangat, akrab, dan erat. Tentu saja ini lebih efektif dari acara peluncuran buku atau meet-and-greet yang sering terlalu riuh sehingga pembaca justru tak bisa ngobrol banyak dengan penulis.
Malam itu di Coffee Bean Grand Indonesia, saya serasa dikelilingi teman-teman dekat yang suka membaca novel "Semusim, dan Semusim Lagi" dan ingin tahu proses kreatif saya sebagai pengarang. Biasanya saya agak canggung kalau diwawancara, tapi Selasa malam itu saya sungguh merasa bawel, hehe.
Saya cerita banyak sekali, dari mulai ide awal nulis novel itu, proses pendaftarannya ke DKJ, apa yang terjadi pada malam penganugerahan, dan masih banyak lagi. Saya juga berbagi pandangan tentang bagaimana cara menjadi pengarang yang baik (versi saya) dancurhat novel kedua yang sampai sekarang belum beres juga outline-nya.
Memang, tiada yang lebih menyenangkan daripada berkumpul bersama orang-orang dengan kesenangan serupa. Terima kasih atas undangannya, @BookBagID. Sesungguhnya bagian terbaik dari menghasilkan sebuah karya adalah bertemu orang-orang baru yang mampu menghangatkan hidup.
Malam itu di Coffee Bean Grand Indonesia, saya serasa dikelilingi teman-teman dekat yang suka membaca novel "Semusim, dan Semusim Lagi" dan ingin tahu proses kreatif saya sebagai pengarang. Biasanya saya agak canggung kalau diwawancara, tapi Selasa malam itu saya sungguh merasa bawel, hehe.
Saya cerita banyak sekali, dari mulai ide awal nulis novel itu, proses pendaftarannya ke DKJ, apa yang terjadi pada malam penganugerahan, dan masih banyak lagi. Saya juga berbagi pandangan tentang bagaimana cara menjadi pengarang yang baik (versi saya) dan
Sebenarnya sedang ngibul
Sebagian peserta acara ini juga penulis-penulis muda unyu berbakat. Adeste Adipriyanti dan Rieke Saraswati bahkan sudah membuat kumpulan cerpen bersama, dengan judul "Little Stories". Rupanya, itu koleksi tugas-tugas mereka selama ikut pelatihan menulis kreatif Lotus Creative Project asuhan Maggie Tiojakin. Hebatnya, beberapa cerpen di situ menurut saya sudah matang dan layak disebut cerpen bagus. Misalnya, "Berdua Saja" oleh Vera Mensana, yang segera jadi favorit saya.
Nah, soal cerpen juga sempat jadi pembicaraan. Sebelum menyelesaikan novel "Semusim", saya selalu hanya bisa nulis cerpen. Tapi, giliran sudah menerbitkan novel, eh, saya malah kesulitan nulis cerpen. Awalnya saya pikir itu hanya karena saya kesulitan "ganti gigi" saja, tapi sepertinya menulis cerpen memang lebih sulit daripada menulis novel.
Orang selalu berpikir, nulis cerpen itu semacam 'latihan' sebelum nulis novel. Karena lebih panjang, novel dianggap lebih susah. Padahal, cerpen mengharuskan pengarang menyusun alur sedemikian rupa dalam ruang yang terbatas, sampai menjadi cerita yang indah. Short-stories are, really, underrated. Makanya saya senang Alice Munro, si cerpenis andal itu, menang Nobel Sastra tahun lalu.
Memang, tiada yang lebih menyenangkan daripada berkumpul bersama orang-orang dengan kesenangan serupa. Terima kasih atas undangannya, @BookBagID. Sesungguhnya bagian terbaik dari menghasilkan sebuah karya adalah bertemu orang-orang baru yang mampu menghangatkan hidup.
Ya ampun, perutku
tuh baju motif mata,dek? kalau iya, mengingat ukuran mata adek kok jd agak mengintimidasi ya? bahahahahaha...
ReplyDeleteIya, itu jaket Illuminati punya dek ela, hehehe..
ReplyDelete