tag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post6680278194942306300..comments2023-12-04T12:38:59.152+07:00Comments on Catatan yang Tercecer: Mereka Cinta (Bahasa) Indonesia?Andina Dwifatmahttp://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comBlogger16125tag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-78062613216284502212011-01-05T14:00:01.981+07:002011-01-05T14:00:01.981+07:00@Anon1: Selamat tahun baru bagi yang merayakan :)@Anon1: Selamat tahun baru bagi yang merayakan :)Andina Dwifatmahttps://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-33812345194707531642011-01-03T17:34:15.417+07:002011-01-03T17:34:15.417+07:00Hahahaaa.... LOL...
Happy new year to you, dear An...Hahahaaa.... LOL...<br />Happy new year to you, dear Andin. (nah lho... linggis lagi)<br /><br />Anon1Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-18674449680654349532011-01-03T16:41:18.734+07:002011-01-03T16:41:18.734+07:00@Anon1: saya mau pingsan membacanya!@Anon1: saya mau pingsan membacanya!Andina Dwifatmahttps://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-83999370393428883892011-01-03T16:23:52.218+07:002011-01-03T16:23:52.218+07:00Membaca pandangamu tentang bahasa ini, sy jadi san...Membaca pandangamu tentang bahasa ini, sy jadi sangat mendengar pendapatmu ttg beliau ini. http://goo.gl/RXOmY<br /><br />Anon1Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-75420907400271715812011-01-01T10:35:50.988+07:002011-01-01T10:35:50.988+07:00@Anon1: (tuh, udah dipertegas eksistensinya, hehe)...@Anon1: (tuh, udah dipertegas eksistensinya, hehe)<br /><br />Ketika saya bicara bahasa nasional sebagai instrumen yang paling mungkin dimiliki bersama, saya bersungguh-sungguh dengan itu. Bahasa nasional memungkinkan orang-orang dengan kultur beragam (yang artinya, potensi disintegrasi besar) untuk mempunyai sebuah identitas komunal sederhana, "dari suku mana pun engkau, aku bisa bicara padamu dalam bahasa nasional sebab kita warga sebuah negara yang sama."<br /><br />Mengenai logat, saya kira akan sangat memusingkan jika kita pikirkan sebagai sebuah masalah besar. Bahasa Indonesia boleh berakar dari Melayu, hanya yang penting ia berguna untuk alat komunikasi warganya. Ia bahkan boleh berakar dari Mali atau Siberia atau Timbuktu sekali pun, dan tetap yang penting berguna sebagai alat komunikasi kita.<br /><br />Mengenai orang di Jawa tak suka mendengar bahasa Indonesia berlogat Sumatra atau Kalimantan, itu perlu kita bicarakan dalam konteks yang lebih luas lagi. Faktanya, Jawa memang sudah begitu dominan dalam wacana budaya bangsa (mungkin sejak era Soeharto?) sampai pernah ada seorang Indonesianis bilang begini, ".. it seems that the only way of being Indonesian is to be a Moslem Javanese..."<br /><br />Nah, perkara logat itu saya kira ada hubungannya juga dengan superioritas ini. Orang Jawa memandang mereka yang non-Jawa sebagai inferior, dan efeknya, para non-Jawa memandang orang-orang Jawa dengan aneka stereotip pula.<br /><br />Emmanuel Subangun pernah membahas soal bahasa daerah dan bahasa nasional di bukunya, Syuga Derrida. Menurut Emmanuel, persatuan di Indonesia sulit terwujud karena masing-masing orang punya dua bahasa di kepalanya, bahasa daerah dan bahasa nasional. Ketika menerima informasi, ia akan memprosesnya dalam bahasa daerah, dan mengeluarkannya dalam bahasa nasional akan memerlukan proses menerjemahkan lagi.<br /><br />Saya bilang sih Emmanuel salah. Usaha menerjemahkan pikiran dalam bahasa nasional jika dilakukan secara terus-menerus akan menjadi sebuah kebiasaan. Dan kita tidak perlu pusing bahasa Indonesia yang kita dengar atau ucapkan berlogat apa :)Andina Dwifatmahttps://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-85035907191235560302010-12-30T13:24:42.513+07:002010-12-30T13:24:42.513+07:00Ralat:
Posting gw sebelumnya tertulis "yg ba...Ralat: <br />Posting gw sebelumnya tertulis "yg banyak terdengar dalam logat penduduk di Sumatera atau Jawa." <br /><br />Mustinya "yg banyak terdengar dalam logat penduduk di Sumatera atau Kalimantan.<br /><br />Anon1Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-76018892006278966812010-12-29T12:00:16.355+07:002010-12-29T12:00:16.355+07:00Sory Andin, posting barusan dari Anon1. Tolong dit...Sory Andin, posting barusan dari Anon1. Tolong ditambahkan :DAnonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-72838725841303025692010-12-29T11:59:08.648+07:002010-12-29T11:59:08.648+07:00Andin,
satu bahasa ini tidak sanggup utk memberika...Andin,<br />satu bahasa ini tidak sanggup utk memberikan alasan/fondasi bagi masyarakat indonesia merasa bangga sebagai indonesia. Berbahasa Indonesia sendiri bagi kita sering menjadi konflik. Bahasa Indonesia yg aslinya Melayu tp logat Melayu sendiri bagi telinga manusia di Pulau Jawa (yg notabenenya berjumlah penduduk terbanyak) itu aneh atau kalau bisa bilang serasa tidak pantas. <br /><br />Banyak orang di Pulau Jawa ini yg sama sekali tidak bangga bahkan tidak suka mendengar bahasa Indonesia logat Melayu yg banyak terdengar dalam logat penduduk di Sumatera atau Jawa. Belum lagi logat dari penduduk yg dari bagian timur. <br /><br />Maka tak heran banyak orang daerah yg merasa bangga mengatakan tidak lagi bisa berbahasa daerahnya atau berusaha menyembunyikan logat daerahnya, krn seakan manusia Indonesia itu dituntut berbahasa Indonesia dalam selera bahasa Indonesia manusia di Pulau Jawa.<br /><br />Berbahasa sendiri, kalau kita mau jujur, sdh merupakan sumber konflik.Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-31965543720218020102010-12-28T21:41:22.667+07:002010-12-28T21:41:22.667+07:00@Anon2: Ngomong-ngomong tentang identitas bangsa, ...@Anon2: Ngomong-ngomong tentang identitas bangsa, saya jadi ingat tulisan Linda Christanty tentang orang-orang Jepang. Linda bilang, Jepang sangat istimewa sebagai sebuah bangsa karena betapa pun mereka sangat terbuka pada budaya Barat (ini kalau kita mau mengidentikkan modernitas dengan Barat), orang-orang Jepang tetap memegang teguh identitas mereka sebagai bangsa yang bertradisi. Nah, jika hal ini mau diterapkan di negara kita, yang ada hanya pusing belaka sebab yang disebut dengan "Indonesia" itu seperti apa? Adakah tradisi tunggal yang bisa kita pegang bersama, yang dimiliki bersama oleh setiap suku bangsa di Indonesia? Hadapilah, kita terlalu beragam untuk punya identitas tunggal, termasuk batik yang menurut saya terlalu ke-Jawa-Jawa-an. Satu-satunya hal yang bisa dipelihara adalah bahasa nasional. Dari tiga poin sumpah pemuda, yang "tangible" itu hanya poin tentang bahasa, sedangkan sisanya konsep. Selama kita masih bisa belajar menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan proporsional, maka masih ada sebuah identitas berbangsa dan bernegara yang masih bisa kita pegang bersama. IMHO :)Andina Dwifatmahttps://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-6753801354643172042010-12-27T11:23:20.313+07:002010-12-27T11:23:20.313+07:00"Cuman kalau Andin bertanya bagaimana caranya..."Cuman kalau Andin bertanya bagaimana caranya menumbuhkan kecintaan thd budaya Indonesia, sy gak mampu jawab. :D"<br /><br />ini pertanyaan yg mudah sekaligus sulit dijawab...<br />mudah, krena kita org Indonesia dan otomatis tinggal, dan hidup dengan cara2 org Indonesia, jadi secara tidak langsung mau menyesuaikan diri dengan budaya tempat hidup...<br />tapi begini: ketika ada masalah dengan batik yang diklaim Malaysia, orang Indonesia scra frontal mengakui bahwa batik adalah kepunyaannya... ini salah satu nasionalisme yang primitif, kalau dalam term Nietzche dlam menanggapi keadaan "modern" pada saat itu yg dikata hanya ikut2an, krena kita tidak tahu, sebenarnya kita telah lama melupakan batik, hidup berbatik itu apa sbnenarnya? makanya dalam batik ada kengawuran, yaitu masuknya bahasa asing dlam batik... dan tiba2 euforia batik kembali timbul krena emosi yg meledak2, krena mneganggap batik adalah bagian dari diri kita? <br />knp disebut primitif? krena sbenarnya euforia thd batik bukan timbul dari kehidupan kita yg menrus, melainkan lewat mitos2, dan dengar2, batik adalah kepunyaan org Indonesia... (balik lagi ke term Nietzche) itulah keprimitifan org kita, Indonesia...<br />jadi scra tidak langsung sbnrnya kita bukan hidup di Indonesia, melainkan di tempat lain, yakni kehidupan kta sendiri...<br />berbeda dengan orang Jepang...<br />kita lihat, budaya populer Jepang begitu "in" di Indonesia... kenapa? krena budaya Jepang memang menyenangkan bagi sebagian besar pemuda kita... kalau kita merujuk ke keadaan Jepang sana, wajar kebudayaan populer itu berkembang, krena memang hidup di Jepang menuntut mreka untuk seperti itu...<br />kalau di Indonesia, entah kenapa kita semacam kehilangan identitas, krena mungkin kita lupa, atau tak mau membangun identitas tsb, kta hidup di Indonesia, tapi tidak scra Indonesia... Itu masalahnya... makanya saya sangat setuju dgn doktrin Soekarno yang berdikari dalm sgala hal, tmsuk budaya, bukan hanya masalah politik yang skrg sdang gencarnya, demokrasi... makanya butuh revolusi total di negara ini, kalau emang mau benar2 hidup berbangsa dan bernegara Indonesia...<br />sulit, jika kita lihat di Indonesia ini kita hidup masing2 dalam alam pikiran yg berbeda, seakan2 kita peduli, padahal acuh tak acuh dengan sistem hidup yang ada...<br />jadi jwabannya, hidup dgn cra org Indonesia, tapi sayang cara hidup itu tidak ada, sebab kita tlah jauh meninggalkan identitas kita sebagai sebuah bangsa dan negara...<br />mungkin itu jwaban saya untuk Anon1...Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-36141119967590914022010-12-26T18:19:18.518+07:002010-12-26T18:19:18.518+07:00@Anon1: Hahaha, pertanyaan terakhir itu memang sem...@Anon1: Hahaha, pertanyaan terakhir itu memang semacam "ultimate question" yang jawabannya bisa buanyak, atau bisa nggak ada sama sekali! :)) Tapi saya masih tetap keukeuh berpendapat salah satu cara meningkatkan kebanggaan jadi WNI adalah dengan mencintai bahasanya, yakni menggunakannya dengan benar dan proporsional (verbal maupun lisan) sebab saya masih (dan akan selalu) percaya bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai bahasanya :)Andina Dwifatmahttps://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-27803462652827513972010-12-20T16:57:52.018+07:002010-12-20T16:57:52.018+07:00Andin, sy setuju dengan yg kamu jelaskan. Dan sy b...Andin, sy setuju dengan yg kamu jelaskan. Dan sy berusaha garis-bawahi mengapa fenomena ini (org gandrungnya berbahasa asing atau kalau kita mencoba berbahasa Inggris sesama teman pun tak jarang divonis kebarat2an) karena rendahnya penghargaan kita akan milik kita sendiri. Di bawah sadar kita sudah tertanam nilai-nilai merah utk segala sesuatu yg berasal dari Indonesia. Kita mau berbicara apa? Mobil nasional, pesawat nasional, elektronik buatan dalam negeri? Rasanya tidak meninggalkan kebanggaan buat kita. Sehingga dengan mengejar/mengikuti yg luar, orang merasa tidak melulu bagian dari yg merah ini.<br /><br />Tapi mengkritik orang yg berusaha memperdalam bahasa asing spt itu juga tidak tepat. Ibaratnya spt memburu tikus dengan membakar lumbungnya. Kritikan itu akan melemahkan dan mematikan semangat orang untuk belajar. Lihat sendiri daya serap pelajar2 kita di sekolah utk bahasa Inggris, sy yakin masih rendah. Yg diperlukan menurut saya adalah upaya untuk menumbuhkan kecintaan terhadap milik kita sendiri. Sehingga kita sebagai pribadi masyarakat bisa menampilkan diri dengan bangga sebagai Indonesia dengan segala hasil budaya aslinya dan juga bisa bangga dengan tambahan hasil budaya asing yg dipelajarinya. <br /><br />Kasus spt ini sy alami persis ketika berkuliah di salah satu kampus di Yogyakarta sebagai seorang mahasiswa yg berasal bukan dari pulau Jawa. Dalam adat setempat, jika kita mencoba berbahasa Jawa dan ternyata belum bisa dan kita menggunakan kata yg salah (halus atau kasarnya), bisa dianggap tidak sopan. Dan terakhirnya akan diisyarakan untuk berbahasa Indonesia saja. Kalau begitu caranya, kapan akan belajar? Sementara kamu sendiri pasti bisa mengerti orang akan cepat belajar suatu bahasa dengan semakin sering menggunakan. Kasusnya kelihatannya berbeda tp sebenarnya sama. Kritik itu melemahkan/mematikan semangat orang utk belajar.<br /><br />Cuman kalau Andin bertanya bagaimana caranya menumbuhkan kecintaan thd budaya Indonesia, sy gak mampu jawab. :D<br /><br />Anon1Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-16155384103951044912010-12-20T14:21:33.567+07:002010-12-20T14:21:33.567+07:00@Anon2: Ini analisis menarik, yang saya kira beruj...@Anon2: Ini analisis menarik, yang saya kira berujungpangkal pada predikat bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Industri/bisnis kan berlandaskan hukum kapitalisme, yakni dengan modal sekecil mungkin menghasilkan laba sebesar mungkin. Nah, laba besar salah satunya bisa dicapai dengan jangkauan konsumen yang luas. Jika keluasan ini berarti ekspansi ke luar negeri, mau tak mau bahasa Inggris menjadi syarat tak terhindarkan, mutlak harus dimiliki. Saya tidak anti bahasa ini, hanya penggunaannya harus proporsional. Utk lebih jelasnya mungkin bisa lihat komentar saya utk komentar Anon1 di atas. Terima kasih :)Andina Dwifatmahttps://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-20515156652313308462010-12-20T14:11:36.498+07:002010-12-20T14:11:36.498+07:00@Anon1: Ini memang kondisi dilematis. Jika menutup...@Anon1: Ini memang kondisi dilematis. Jika menutup diri dari bahasa Inggris, yang notebene bahasa internasional, pasti akan jadi bangsa udik dan terkucil. Tapi yang terjadi sekarang, menurut pendapat saya, orang meninggikan bahasa Inggris sedemikian rupa sehingga posisi bahasa nasionalnya sendiri jadi inferior.<br /><br />Kebetulan saya tinggal di Jakarta. Di kota ini, banyak sekali orangtua yang membiasakan anaknya berbahasa Inggris sedari kecil tanpa diimbangi pelajaran bahasa Indonesia. Kawan saya punya keponakan perempuan berusia 5 tahun yang lancar menjawab jika ditanya dalam bahasa Inggris, tetapi diam seribu bahasa sambil melirik mamanya jika diberi pertanyaan dalam bahasa Indonesia. Lalu si mama akan menjelaskan, barulah dia menjawab, itu pun dalam bahasa Inggris pula.<br /><br />Di pusat-pusat perbelanjaan, puluhan kali saya menyaksikan para orangtua bicara pada anaknya dalam bahasa Inggris. "Don't run!" atau "Please give it to Mommy!" Padahal baik anak maupun orangtuanya sama-sama berkulit coklat dan berambut hitam..<br /><br />Saya rasa jalan keluarnya adalah mempelajari baik bahasa nasional maupun bahasa Inggris dengan baik, dan mempergunakannya secara proporsional. Perhatikan audiens yang sedang kita ajak bicara, sesuaikan bahasanya. Tidak mungkin bicara bahasa nasional dengan tamu asing yang baru datang dari Siberia, tetapi jika hanya sedang berkumpul dengan kawan-kawan sendiri, apakah harus menyelipkan kosakata bahasa Inggris dalam percakapan?<br /><br />(Menyelipkan dalam hal ini maksud saya bahasa Inggris setengah-setengah. Jadi belang-belang. Inggris bukan, Indonesia juga bukan..)<br /><br />Bagaimana dengan English Day? Saya tidak menentangnya sebab setidaknya di English Day semua orang bicara bahasa Inggris dengan baik. Tapi supaya adil, seharusnya sisa yang bukan English Day itu kita anggap Hari Bahasa Indonesia agar kita semakin baik sebagai bangsa.<br /><br />Saya nantikan komentar selanjutnya.Andina Dwifatmahttps://www.blogger.com/profile/12410858846799548345noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-20919785265271020862010-12-17T16:33:07.551+07:002010-12-17T16:33:07.551+07:00Sy sering bingung dengan dilema bahasa Indonesia v...Sy sering bingung dengan dilema bahasa Indonesia vs Inggris ini. Bagaimana kiranya cara belajar atau mengadaptasi bahasa Inggris yang tidak akan dihakimi sebagai kebarat2an atau divonis "melihat apa pun yang datang dari Barat sebagai sesuatu yang lebih ‘tinggi’ derajatnya". Karena nyatanya bahasa Inggris adalah sebagai bahasa komunikasi dunia apalagi dalam dunia bisnis atau dalam bidang pekerjaan yg semakin mengglobal ini. Kemampuan berbahasa Inggris sudah menjadi prasyarat mutlak utk bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terutama sangat dirasakan pekerja/pelajar/mahasiswa/atau siapa pun yang berhubungan dengan teknologi. <br /><br />Sy yakin salah satu faktor kemajuan negara2 tetangga bisa lebih maju dari negara kita adalah krn penguasaan bahasa Inggris oleh masyarakatnya. Bandingkanlah INA dengan MAL. Hanya saja memang perlu ada usaha agar kita tetap mencintai bahasa ibu sendiri. Contoh spt negara2 yang memiliki sistem aksara dan bahasa sendiri spt Jepang, China, Korea, Taiwan, India, dll, mereka bisa maju tanpa meninggalkan identitas aslinya. Malaysia sendiri (walaupun sy kurang suka semua yg berbau 'Malaysia'), masyarakatnya sudah terbiasa mencampur bahasa Melayu dan Inggris, tetapi identitas dan kecintaan mereka thd Melayu itu kelihatannya tidak kurang. Kita bisa lihat dlm film Upin Ipin yg barangkali kita pasti geli mendengar logat dan omongannya. Justru yg kurang menurut saya adalah kurangnya identitas diri yg kuat ini dalam masyarakat kita, sehingga org yg berciscascus dalam bahasa asing dianggap sbg kebarat2an. Sy pikir ada penjelasan psikologi sendiri tentang ini. <br /><br />Praksisnya, sy pikir ini ada hubungannya dengan stigma-stigma yg saling diberikan oleh antar suku-suku di negara kita, dan kuatnya stigma ini melekat sehingga kita selalu merasa inferior dan tidak layak untuk lebih maju. Sy yakin Andina mengerti stigma2 yg sy maksud.<br />Sehingga pertanyaan sy adalah, menurutmu perlu gak penguasaan bahasa asing (Inggris terutama) buat masyarakat kita? Kalau perlu, balik lagi ke pertanyaan awal td, bagaimana kiranya cara belajar atau mengadaptasi bahasa Inggris yang tidak akan dihakimi sebagai kebarat2an atau divonis "melihat apa pun yang datang dari Barat sebagai sesuatu yang lebih ‘tinggi’ derajatnya"?<br /><br />Anon1Anonymousnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1111640315690877054.post-21134709796565234602010-12-17T14:42:51.997+07:002010-12-17T14:42:51.997+07:00"Kebutuhan menggunakan bahasa asing seolah me..."Kebutuhan menggunakan bahasa asing seolah menjadi tanda ketercakupan identitas remaja Indonesia sebagai warga dunia. Bisa jadi ini juga sisa-sisa sindrom pascapenjajahan yang selalu melihat apa pun yang datang dari Barat sebagai sesuatu yang lebih ‘tinggi’ derajatnya."<br />bisa juga dikaji, bagaimana bahasa asing sudah jadi semacam alat atau cara untuk mencapai kehidupan yang lebih tinggi, dalam hal ini, ekonomi... berbeda dengan Iran yang menjadikan bahasa Persia mereka bahasa yang utama, karena menyangkut logika dan dalam hal lain, bahasa sangat penting dalam pola sosial masy. <br />selain itu, bisa dilihat juga, dari dulu Inggris kita kenal dengan semangat ekspansinya, mereka negara industrialis, jadi wajar bahasa masuk ke semua aspek, juga pengetahuan... nah, kalo saya pikir, kasus Boy itu masuk ke soal ini, Bahasa Inggris sebagai bahsa industri...Anonymousnoreply@blogger.com