Teruntuk Mereka yang Terpisahkan Jarak

Saudara-saudariku yang terkasih,

Menurut data The Former Center of the Study of Long Distance Relationships (iya, ada lembaga semacam ini), tak kurang dari 3% pasangan menikah di Amerika Serikat tinggal berjauhan. Artinya, sekitar 3.569.000 orang di Amerika Serikat sana mengalami apa yang sedang kita rasakan sekarang, yaitu hidup terpisah dengan orang yang dikasihi. Mengingat data tersebut diluncurkan hampir delapan tahun lalu, mustinya sekarang jumlah itu sudah jauh bertambah. Silakan kunjungi situs berikut untuk tahu lebih banyak tentang LDR.

Yang ingin kusampaikan, Kawan, adalah kita tidak sendirian. Ada banyak orang yang menghabiskan malam dengan bercakap-cakap di telepon, webcam-an di Skype, ngobrol gratis via Line/Viber, kirim-kiriman gambar sambil berpikir hopelessly kapaaaan.. bisa ketemu. Akhir pekan maksudnya keluar rumah untuk cari hiburan, eh, malah gondok melihat pasangan-pasangan lain bermesraan. Rasanya pingin gigit sepatu. Perasaan-perasaan ini bisa membuat frustrasi, atau bahasa kerennya mild depression. Kalau ada yang bilang LDR itu mudah, tonjok saja hidungnya.


Krik.. krik.. krik

Menurut studi lembaga penelitian LDR tadi, sebenarnya hubungan jarak jauh tidak lebih banyak negatifnya dibanding hubungan jarak dekat. Artinya, pasangan LDR tidak lantas lebih rentan berselingkuh dibanding yang jarak dekat. Pasangan LDR juga tidak lantas merasa "kurang akrab" dengan pasangannya. Kedekatan tampaknya memang bukan sekadar persoalan jarak, tetapi juga hubungan batin satu sama lain. Bukankah ada juga pasangan yang tinggal serumah tapi hampir tak pernah saling bicara?

Kawan,

Tiap kali rasa sedih muncul akibat berjauhan, cobalah pikir betapa beruntungnya kita hidup di zaman penuh penemuan teknologi seperti sekarang. Aku pribadi sangat berterimakasih pada penemu Line dan Viber. Bisa telepon gratis dengan hanya bermodal jaringan internet benar-benar menyelamatkan isi dompet. Bayangkan zaman dulu, saat orang mengandalkan merpati atau kedatangan pak pos dengan bel sepedanya yang berbunyi kring kring kring--ck, bisa keburu mati menahan rindu, seperti lagu Souljah yang ini.

Seorang psikolog menganjurkan pasangan yang sedang LDR membagi kehidupannya menjadi dua dunia, yaitu apart dan together. Saat sedang tak berkomunikasi dengan pasangan kita, anggaplah diri kita ini seorang pejuang. Me versus the world. Kejar mimpi kita, penuhi rencana kita, rawat dan sayangi diri kita. Ini dunia apart.

Nah, saat memasuki dunia together, berbagilah dengan pasangan kita. Hujani dia dengan perhatian, dan terbukalah tentang perasaan dan pengalaman kita. Kalau kangen, bilang kangen. Kalau sedih, bilang sedih. Jangan sampai jarak membuat kita sungkan berbagi perasaan karena takut dia jadi kepikiran. Terdengar mudah diucapkan, tapi sulit dijalani, ya? Iya.

Di atas semuanya, yang terpenting saat menjalani LDR adalah tetap optimis. Coba pikir, sudah tahu LDR itu ribet, kenapa kita masih bertahan? Tentu saja karena layak. Buatku, LDR layak dipertahankan jika sifatnya sementara. Alias, ada deadline. Begitu tiba hari yang dinanti, aku bisa berkata dengan bangga (mengutip judul novel terbaru Eka Kurniawan) "seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas" :)

6 comments

  1. Tenang ndin, ”ini pasti berlalu!" Semangaatttttt ��

    ReplyDelete
  2. Chia: Gue lagi mengalami fase mellow-mellow-yellow gitu, berasa bakal masih lamaaaa pisahnya. Master di Aussie fix dua tahun sih :( Tapi lo bener, ini pasti berlalu. Trims yah

    ReplyDelete
  3. Suaminya kuliah lagi, Ndin? Apa kamu?

    *Enggakupdate :|

    ReplyDelete
  4. Iyya Maliya: dua-duanya, Mbak. Suamiku dapat beasiswa Engineering School di Melbourne, sementara aku lagi nerusin Master di UI. Karena waktunya berbarengan, jadi enggak bisa saling menemani :(

    ReplyDelete
  5. Aku kasih usul dengar lagu Joan Baez -Diamonds and rust, kalau mau dengar. Gak terlalu nyambung juga sih tp disana sama-sama ada cinta dan jarak dalam arti apa pun :)

    Anon1

    ReplyDelete
  6. Anon1: Akan kucari lagu itu. Trims :)

    ReplyDelete