Di Antara Canda Tawa: Satu Jam Seminar Proposal

Setelah janji-janji syurga pada diri sendiri (akan memanfaatkan masa libur semester untuk menyusun proposal tesis, dan mengajukannya awal Januari) tak ada yang tertepati, Senin (17/2) lalu aku maju seminar. Akhirnya! Seminar proposal ini ibarat ujian SIM. Kalau lulus baru aku boleh nyetir, eh, mulai menggarap tesis. Dan sangat penting untuk mulai mengerjakan tugas akhirku ini secepat mungkin karena deadline pengumpulannya 13 Juni. Lewat dari itu? Nambah satu semester lagi deh. *terdengar jerit buku tabungan di kejauhan*

Anyway, aku ini tipe mahasiswa yang cenderung sotoy. Aku selalu pede sama apapun yang kutulis, mau itu paper, tugas midtest, tugas finaltest, sekadar rangkuman, dll. Pasalnya, aku menganut prinsip bahwa mahasiswa harus serius, tapi tidak harus benar--sedangkan dosen sebaliknya, boleh enggak serius, tapi harus benar, hehe. Makanya aku tidak pernah terbebani dengan persoalan salah/benar, yang penting argumentasiku kuat dan ada rujukannya.

Tapi justru di semester terakhirku di Salemba ini, untuk pertama kalinya aku nervous to the max. Padahal ini kan seminar JUDUL doang, ya? Gimana kalau ujian TESIS sungguhan? Apakah aku akan pingsan lalu digendong oleh seorang dosen kece menuju UGD RSCM? *maunya*

Di kepalaku berseliweran aneka pikiran buruk. Barangkali karena aku mengambil topik yang tak terlalu kukuasai, tapi benar-benar kuminati (teknisnya enggak usah dibahas di sini, ya). Ini kuanggap tantangan: kalau aku terperangkap dalam bidang-bidang yang sudah sangat kukenal, pemikiranku tidak akan berkembang. Tapi idealisme heroik ini luntur menit-menit menjelang sidang. Yang ada di pikiranku adalah kalau proposal ini ditolak, aku akan pura-pura gila, lalu kayang dari Salemba sampai rumah.



"Yang baju merah jangan sampai lewaaat."

Selama hampir 30 menit aku mempresentasikan proposalku, lalu dilanjutkan review dari para penguji selama 30 menit berikutnya. Aku nervous gila-gilaan, dan kadang-kadang aku kehilangan kata-kata untuk menjelaskan apa maksudku. Maklum, sudah lama enggak terlibat dalam kegiatan akademik. Semester ini aku libur ngajar, dan lebih sering baca buku-buku cerita untuk menyeimbangkan otakku yang rasanya sudah mau kram mikirin kuliah. Untungnya, dua dosenku yang super kece itu mau kuajak bercanda ria. Mereka enggak marah melihatku cengengesan, justru mereka tetap memberikan masukan-masukan yang berarti.

Dan di sinilah aku jatuh cinta.

Aku sudah pernah cerita kalau aku sangat menyukai pengetahuan. Menurutku momen saat kita mendapat ilmu, tercerahkan oleh suatu pemahaman baru, adalah salah satu peristiwa terbaik dalam hidup yang sulit dicari bandingannya.

Sebagai murid aku cenderung ngeyel, tapi kemarin itu aku benar-benar seperti di-skak mat. Masukan dari para penguji untuk proposal tesisku adalah hal-hal yang tak terpikirkan olehku sebelumnya. Meskipun wajahku cengengesan, sebenarnya di dalam hati aku merasa terharu.

Betapa luasnya ilmu pengetahuan! Dan betapa hebatnya manusia-manusia yang bisa membukakan pintu ilmu untuk orang lain! Mungkinkah suatu hari nanti aku bisa seperti itu?

No comments