Literary Idol of The Month: June


Rabindranath Tagore (7 Mei 1861-7 Agustus 1941)
alias Rabindranath Thakur alias Gurudev

Tagore adalah orang Asia pertama yang memenangkan Nobel Sastra, tepatnya pada tahun 1913. Ia seorang penyair (Gitanjali, buku puisinya yang terkenal), dramawan (karyanya, Drak Ghar, mendapat sambutan hangat di Eropa), cerpenis, novelis, filsuf (banyak pihak yang mencoba membunuhnya kemudian membatalkan niat setelah adu argumentasi dengannya), musikus (komposisinya menjadi lagu kebangsaan Bangladesh dan India), pelukis (kadang ia membuat sendiri ilustrasi cerita-ceritanya), penghobi jalan-jalan (antara tahun 1878 sampai 1932, ia mengunjungi lebih dari tigapuluh negara di lima benua), dan sahabat dekat Mahatma Gandhi.

Selain karena jenggotnya yang lebih lebat dan lebih mempesona dibandingkan punya Karl Marx, Tagore menjadi idola sastra kita bulan ini karena ia dapat mengajari kita apa artinya keindahan dalam sedikit kata. Cerita berikut diambil dari seri cerpen dunia IndonesiaTera, Tukang Sulap Itu Menghilangkan Panciku, terjemahan oleh Sapardi Djoko Damono. Selamat menikmati.

Sore Itu
Rabindranath Tagore

Aku ingat sore itu. Sekali-sekali siraman hujan menunjukkan tanda-tanda mereda, tetapi sesaat kemudian kembali menderas oleh tiupan angin kencang. Gelap di kamar. Aku tidak bisa memusatkan perhatian pada pekerjaan. Dengan alat musik di tangan, aku mencoba sebuah nada, sebuah melodi musim hujan.

Dari kamar sebelah perempuan itu datang hingga ke pintu. Lalu ia berlalu. Sekali lagi ia datang dan berdiri di luar pintu. Lalu perlahan ia memasuki kamar dan duduk. Ia membawa jahitan; dengan wajah tertunduk ia mulai menjahit. Tak lama kemudian ia meletakkan jarum, duduk, dan lewat jendela menatap pohon-pohonan yang jauh yang diguyur hujan.

Ada jeda dalam pukulan hujan itu. Aku menghentikan laguku. Perempuan itu bangkit dan beranjak untuk merapikan rambutnya.

Tak ada apa-apa lagi setelah itu. Itu hanya satu sore tanpa pekerjaan, terpaku dalam lagu hujan, terperangkap dalam keremangan bayang-bayang.

Sejarah terus berjalan dengan banyak sekali cerita raja dan kaisar, dongeng perang dan revolusi. Tetapi satu sore ini seperti sebuah potongan pikiran yang tergeletak tersembunyi layaknya sepotong batu permata langka di dalam kotak kecil waktu yang diberi segel--hanya dua manusia yang mengetahuinya.***

2 comments

  1. asik nih...
    makasih banyak Andina, ini bisa menambah referensi cerpenis dalam menulis cerpen...

    ReplyDelete
  2. Thanks ya Wan, semoga bermanfaat.

    ReplyDelete